2.10.11

36minggu

Aku bisa merasakan bahwa aku dan ribuan saudaraku akan meninggalkan tempat kami bernaung saat itu.
Dorongan begitu keras hingga kami keluar dari lubang sempit yang tak pernah kami lewati.

Tetapi saat itu juga, aku dan ribuan saudaraku memasuki tempat yang amat gelap.
Kami bingung apa yang harus kami lakukan.
Kami memutuskan untuk, berenang.

Ya, tempat gelap itu penuh dengan air.
Kami asyik berkejaran satu sama lain.
Aku membalap saudaraku, ia membalapku lagi.
Kami tertawa.

Entah berapa lama kami berenang dan terus berenang.
Hingga di depan sana, aku lihat sebuah gelembung transparan, yang menggodaku untuk berenang lebih cepat menuju kesana.

Saudara-saudaraku yang lain tidak kalah cepat.
Mereka lihat apa yang aku lihat.

Tipis sekali jaraknya dengan saudara-saudaraku ketika aku berhasil menembus gelembung itu.
Hanya aku yang berhasil tiba disana.
Yang lain tidak.

Aku sadar, ditempat asing itu aku sendirian.
Tapi entah mengapa aku merasa nyaman, seperti, disinilah memang tempatku seharusnya berada.
Aku suka berada disana.
Karena selama ini aku biasa berada ditempat sempit, yang lebih padat bersama milyaran saudaraku yang lain.
Karena itu, aku suka sendiri disana.


Entah, sudah berapa lama aku berada disana.
Aku tidak pernah menyangka bisa seperti ini.
Aku, tidak seperti aku saat pertama kali tiba di gelembung ini.

Sampai suatu hari.
"Nak? Sayang, bisa dengar suaraku? Aku ibumu. Dan kau, anakku."

Aku terlonjak, sungguh.
Digelembung yang kini menyempit, aku terkejut hingga tak sengaja menendangkan kakiku.
Tapi karena tendanganku, aku merasakan aliran bahagia yang merengkuh gelembung rumahku.

Saat itu, sekali lagi, aku merasa nyaman.

Hari demi hari,
Entah aku tidak menghitung.
Aku merasa mulai mengenalnya, karena ia terus berbicara padaku, dan sesekali mengejutkanku, hingga aku tak sengaja menendangkan kakiku, lagi.

Ia bilang namanya,"Ibu."








Hingga tibalah hari itu,
Aku sedang resah, aku rasa gelembung ini sudah terlalu sempit.
Dan rasanya bukan lagi disini tempatku.
Aku masih berfikir bagaimana caranya mencari tempat yang lebih besar.
Ketika seberkas cahaya menyinari pucuk kepalaku.

Aku pikir aku akan binasa, sungguh.
Saat itu,
Aku bisa merasakan dorongan untuk meninggalkan rumahku selama ini kearah cahaya itu.
Ibukah yang mendorongku?
Tapi semakin lama, aku tidak merasa akan binasa.

Aku, akan mendapat tempat baru.
Karena itu aku putuskan untuk membantu Ibu.
Kudorong sebisaku.
Kubantu sebisaku.




Entah pada dorongan keberapa,
Aku seolah buta.
Hanya putih yang kulihat.
Kemudian kurasakan rengkuhan yang amat aku kenal.
Kehangatan yang sangat aku hapal.
Rasa aman dan nyaman yang sungguh membuatku sanggup hidup ditempat sesempit gelembung itu.

"Selamat datang di dunia, Nak."


Aku tahu, itu dia.
Dan ini, perkenalan resmi pertamaku dengan, Ibu.

No comments:

Post a Comment